KOTA BOGOR - Pasien penyakit ginjal di Kota Bogor kini bisa mendapatkan pelayanan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor.
Teknologi CAPD ini diluncurkan pada acara seremonial Pengampuan Multidisiplin Peritoneal Dialisis Program Proctorship Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) sekaligus peresmian aplikasi layanan RSUD berbasis digital, yaitu Kardex ICU ICVCU Digital, di Aula RSUD Kota Bogor, Jumat (23/11/2024).
Penjabat (Pj) Wali Kota Bogor, Hery Antasari, menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI yang telah mempercayakan Pemkot Bogor sebagai tuan rumah kegiatan Proctorship CAPD.
Menurut Hery, kegiatan ini menjadi momentum strategis untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan pelayanan kesehatan, khususnya di bidang uronefrologi.
"Kami sangat memperhatikan dan memprioritaskan pelayanan kesehatan dengan mengimplementasikan transformasi kesehatan enam pilar. Pilar pertama adalah transformasi integrasi layanan primer, pilar kedua transformasi layanan rujukan, dan pilar ketiga transformasi sistem ketahanan kesehatan, pilar keempat transformasi sistem pembiayaan kesehatan, pilar kelima transformasi SDM kesehatan, dan pilar keenam transformasi teknologi kesehatan," kata Hery.
Hery memaparkan bahwa 2023, gagal ginjal kronis menempati urutan kelima kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) di Kota Bogor setelah hipertensi, diabetes melitus, jantung, dan stroke.
Dalam tiga tahun terakhir, kasus gagal ginjal kronis mengalami peningkatan. Pada 2021 tercatat sebanyak 1.141 kasus, meningkat menjadi 1.408 kasus pada 2022, dan terus naik menjadi 1.895 kasus pada 2023.
Akibatnya, setiap tahun biaya perawatan dan penanganan penyakit ini terus bertambah, menciptakan tantangan besar bagi sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Di tengah tantangan tersebut, Pemerintah Pusat telah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2022, khususnya bagian 4g, yang mewajibkan setiap rumah sakit dan klinik utama yang memiliki sertifikat standar dalam pelayanan dialisis untuk menyelenggarakan layanan Hemodialisis (HD) dan Dialisis Peritoneal," kata Hery.
Ia melanjutkan, bahwa peraturan ini tidak hanya menetapkan kewajiban, tetapi juga memberikan panduan yang sangat jelas mengenai pentingnya pengembangan layanan CAPD sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pemkot Bogor sangat memperhatikan dan mendukung sepenuhnya implementasi layanan CAPD. Selain itu, keberhasilan program ini membutuhkan kolaborasi erat antara rumah sakit, pemerintah, dan masyarakat.
"Salah satu target utama program ini adalah memastikan minimal lima persen dari keseluruhan pasien dialisis dapat mengakses terapi CAPD. Ini adalah langkah penting untuk memastikan pemerataan layanan di seluruh Indonesia, termasuk di Kota Bogor," ucap Hery.
Selain itu, bagian dari rangkaian acara ini, dilakukan pula kegiatan skrining penyakit gagal ginjal pada anak dengan metode 'carik celup'. Skrining ini dilaksanakan pada 1.000 siswa kelas 6 SD dari 25 sekolah dasar di wilayah Kota Bogor.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam pengembangan layanan ini, terutama RS Hasan Sadikin dan RS Cipto Mangunkusumo sebagai tim pengampu. Terima kasih pula kepada dinas kesehatan, dinas pendidikan, serta puskesmas yang telah berkolaborasi dalam pelaksanaan skrining penyakit ginjal pada anak," ucap Hery.
"Semoga kolaborasi yang kita bangun hari ini menjadi landasan yang kokoh untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik di masa mendatang," sambungnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, ini merupakan komitmen bersama melalui transformasi pelayanan kesehatan dalam program pengampuan, di mana RS Hasan Sadikin sebagai RS vertikal mempunyai tugas dan kewajiban untuk mengembangkan kemampuan rumah sakit di Provinsi Jawa Barat dalam empat hal, yaitu kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi.
Nadia, sapaan akrabnya, juga mengatakan bahwa keberhasilan membangun jejaring pengampuan ini memerlukan dukungan dari pemerintah daerah, terutama dalam hal penguatan sumber daya manusia. Dengan menjadikan RSUD Kota Bogor sebagai rumah sakit rujukan untuk pelayanan penyakit ginjal, beban rumah sakit di Jakarta dan Bandung dapat dikurangi, sekaligus mendekatkan akses pasien untuk mendapatkan layanan kesehatan.
"Seseorang yang menderita penyakit ginjal akan sangat terpengaruh kualitas hidupnya. Jadi, dengan adanya alternatif cuci darah CAPD ini, meskipun bukan teknologi baru, sangat memudahkan pasien karena alat cuci darah dipasang langsung di dalam tubuh," kata Nadia.
Namun, ia menegaskan bahwa hal terpenting adalah edukasi kepada masyarakat. Meskipun prevalensi penyakit ginjal saat ini baru mencapai 0,18 persen, trennya terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Jadi, kita juga sekaligus melakukan kegiatan di sisi hulu, yaitu skrining tes ginjal melalui metode carik celup kepada anak-anak SD di Kota Bogor," terangnya. (***)