PENDIDIKAN

Penomena Orang Kuat dalam Politik di Provinsi Jambi

Heri Suprayogi
05 Desember 2024, 09.43 WIB Last Updated 2024-12-05T02:43:06Z
masukkan script iklan disini

 


Oleh : Astuti Dwicayani

Mahasiswa Magister Politik & Pemerintahan Universitas Gadjah Mada

JAMBI - Pemilihan umum kepala daerah merupakan suatu bentuk perwujudan dari demokrasi langsung dalam memilih kepala daerah. Dalam hal ini rakyat diberikan secara luas untuk menentukan sendiri atau memilih kepala daerah sesuai dengan keinginan masing-masing individu. Partai politik adalah institusi yang dianggap penting dan harus ada dalam sistem demokrasi saat ini, karena partai politik memainkan peran penting dan menjamin adanya partisipasi politik sekaligus persaingan politik. Setiap partai akan mengambil keputusan pada saat menjelang pemilihan kepala daerah, ini menunjukkan eksistensi partai politik yang merupakan bagian dari demokrasi. Jauh hari sebelum tahapan (pilkada), partai politik membuka penjaringan calon, baik dari internal atau dari luar partai untuk calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, calon walikota dan calon wakil walikota. (05/12/2024).

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jambi Tahun 2024 memunculkan banyak kejutan, dimulai dari perpindahan kader tidak didukung partainya, hingga tarik ulur dukungan partai dan kader yang tidak mengikuti kebijakan partai, sehingga menyuguhkan dinamika politik yang menarik sekaligus memprihatinkan, Dari sekian banyak partai yang beroperasi di provinsi jambi, tidak satu pun yang berhasil memunculkan kader internalnya sebagai calon gubernur. Ironisnya, dua kandidat utama yang bertarung untuk kursi Gubernur Jambi pada 27 November 2024 kemarin berasal dari akar politik yang sama, yaitu Partai Amanat Nasional (PAN), meskipun salah satunya tidak diusung secara resmi oleh partai tersebut. Kandidat dari Akar Politik Yang Sama

Kedua kandidat yang bertarung di pilgub jambi 2024 memiliki latar belakang kuat dari partai politik yang sama, yaitu kandidat petahana, yang meskipun telah menjalin aliansi dengan partai-partai besar lain, memiliki jabatan strategis di Partai Amanat Nasional sebagai ketua MPP PAN Provinsi Jambi dan menjadi tempat karir politiknya. Di sisi lain, penantangnya juga memiliki jejak politik yang dalam di PAN yaitu eks ketua DPD PAN Kabupaten Tanjung jabung timur, meskipun pencalonannya pada pilkada 2024 tidak didukung langsung oleh partai tersebut. Situasi ini memunculkan paradoks, partai-partai besar lain yang ada di Jambi gagal menyiapkan kader potensial untuk menjadi penantang di pilkada.

Fenomena ini tidak hanya menggambarkan krisis kaderisasi di tubuh partai politik lokal tetapi juga memunculkan pertanyaan besar tentang bagaimana partai politik menjalankan fungsi utamanya sebagai institusi demokrasi. Masalah utama cenderung pada pandangan pragmatis partai politik mengenai para kandidat, banyak penjelasan mengelilingi masalah ini, namun salah satunya adalah kegagalan solidaritas internal partai yang mendorong partai untuk mengambil jalan pintas dengan menghadirkan kandidat yang memiliki peluang besar untuk menang tanpa memperhatikan kredensial mereka. Sisi yang menarik selain memiliki kader potensial, tentu ada faktor yang menjadikan partai PAN memiliki legitimasi elektoral yang tinggi, sehingga calon yang mendapat dukungan partai ini dianggap lebih mudah memenangkan kontestasi. Bahkan hingga saat ini Partai Amanat Nasional di Provinsi jambi masih mendominasi dibawah kepemimpinan H. Bakri

Warisan “orang kuat lokal” dalam Politik Jambi.

Fenomena politik jambi pada Pilgub 2024 menunjukkan dominasi Partai Amanat Nasional (PAN) melalui dua kandidat utama yang berasal dari kader partai tersebut. Situasi ini mencerminkan kekuatan jaringan politik PAN yang di bangun sejak era Zulkifli Nurdin, seorang “orang kuat lokal” yang berhasil menjadikan PAN sebagai simbol politik dominan. Tidak hanya memenangkan kursi gubernur beberapa kali tetapi juga membangun persepsi bahwa kandidat dari PAN memiliki peluang lebih besar untuk menang. Warisan ini bertahan hingga saat ini melalui jaringan patronase dan simbol politik yang dibangun meskipun Zulkifli Nurdin telah tiada,.

Fenomena ini menegaskan teori Joel S. Migdale, dimana hubungan antara negara dan masyarakat dimediasi oleh aktor-aktor lokal yang memegang kekuasaan informal. Zulkifli Nurdin sebagai “orang kuat lokal” menciptakan pola kekuasaan yang berlanjut bahkan setelah kepergiannya, mencerminkan bagaimana aktor lokal dapat membentuk dan mengarahkan politik lokal diluar kekuasaan negara. Dominasi PAN di jambi adalah bukti dari keberhasilan partai tersebut dalam memanfaatkan kekuatan “orang kuat lokal” dan membangun jaringan politik yang kuat.

Pembangunan polarisasi Partai Amanat Nasional di provinsi jambi, berawal dari lahirnya seorang Zulkifli Nurdin menjadi “orang kuat lokal” di Jambi era desentralisasi. Zulkifli Nurdin merupakan keturunan langsung dari pengusaha melayu terkaya di Jambi, Nurdin Hamzah. Nurdin Hamzah tidak hanya mewarisi kekayaan kepada Zulkifli Nurdin tetapi juga dengan basis politik yang kuat. Zulkifli Nurdin berhasil membangun citra diri yang dermawan, merakyat dan reformis. Melalui kekayaan, citra diri dan basis politik yang kuat, Zulkifli Nurdin meningkatkan kekuasaan politiknya di Jambi. Zulkifli Nurdin berhasil menjadi Ketua DPW PAN Provinsi Jambi hingga membangun elektabilitas partai tersebut dan terpilih menjadi Anggota DPR RI. Puncaknya Zulkifli Nurdin berhasil menjadi Gubernur Provinsi Jambi selama dua periode pada tahun 1999-2010.

Peralihan kekuasaan dari sentralisme ke desentralisasi memiliki banyak dampak dalam iklim politik di masing-masing daerah di Indonesia, keberadaan elit lokal yang kuat adalah fenomena yang saat ini menjangkit dalam suatu negara demokratis. Namun, proses ini juga memicu konsentrasi ekonomi dan politik di wilayah tertentu yang mempengaruhi keadaan demokrasi di negara tersebut. Dengan melihat peran yang dimainkan Zulkifli Nurdin dalam mempolarisasikan Partai Amanat Nasional di Provinsi Jambi dan bagaimana menggambarkan dirinya sebagai seorang tokoh lokal yang kuat.

Berdasarkan kondisi realitas politik dengan munculnya individu dan kelompok atau institusi informal di luar negara yang mengurangi efektivitas dan kapabilitas negara di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan bahwa, kelemahannya telah melahirkan orang-orang kuat di tingkat lokal. (Migdal, 2004) menyebut orang kuat lokal dengan sebutan local strongman, keberhasilan local strongman atau orang kuat lokal dalam mencapai monopoli dan kontrol sosial mereka di masyarakat didasari atas tiga faktor utama:

1. Pertama, karena sifat masyarakat yang berbentuk jejaring, dimana klientilisme tumbuh subur dan berkembang. Sehingga kontrol sosial terfokus pada kekuatan- kekuatan yang ada, karena tidak mampu dimonopoli oleh negara.

2. Kedua, karena mindset yang mendarah daging yang ada dalam diri orang kuat lokal di masyarakat, dan sudah menjadi simbol tersendiri di antara mereka, yang mana orang kuat menjadi panutan di kehidupan masyarakat lokal.

3. Ketiga, kemampuan orang kuat lokal mengintervensi lembaga yang ada di daerah sehingga menjadikan alur lembaga pemerintahan disana berpihak kepada kepentingan mereka.

Zulkifli Nurdin dapat dilihat sebagai aktor yang membentuk dan dipengaruhi oleh dinamika antara negara dan masyarakat. Dalam prosesnya, ia menciptakan pola hubungan dimana negara (melalui partai politik) mendapatkan legitimasi dari masyarakat, sementara masyarakat diuntungkan melalui akses yang lebih besar terhadap kebijakan publik dan sumber daya negara yang diperjuangkan oleh partai tersebut. Hal ini mencerminkan cara dimana kekuatan lokal dapat memperkuat atau bahkan membentuk ulang pola dominasi negara ditingkat lokal, sehingga memunculkan model hybrid governance yang menggabungkan pengaruh negara dan aktor lokal untuk menciptakan konfigurasi kekuasaan yang khas di jambi.

Komentar

Tampilkan

Terkini

Politik

+